Jumat, 06 Januari 2012



STRATEGI PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER
PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK BUSANA



ABSTRAK
Pembelajaran praktek busana di sekolah sudah saatnya membangun
kompetensi, baik kompetensi keahlian maupun kompetensi karakter. Banyak
siswa unggul dalam kompetensi keahlian busana namun lemah dalam kompetensi
karakternya. Pendidikan karakter di sekolah diterapkan pada proses pembelajaran
berlangsung, dan tidak tercermin pada mata pelajaran khusus. Pendidikan karakter
bisa diintegrasikan melalui pembelajaran yang menyenangkan, siswa tidak merasa
tertekan, nyaman dalam mengikuti pelajaran sehingga diharapkan menghasilkan
pengetahuan, keterampilan ,dan sikap yang baik. Pendidikan karakter yang
diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, akan dihasilkan siswa yang cerdas,
baik cerdas intelektualnya maupun emosinya. Keseimbangan kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosi, menjadi modal penting dalam mempersiapkan
anak menghadapi masa depan. Melalui pendidikan karakter yang positif
diharapkan menghasilkan siswa yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
beriman, berprestasi, disiplin, tanggung jawab, sopan, berakhlak mulia, kreatif,
mandiri, dan percaya diri.
Kata kunci: penerapan, pendidikan karakter, pembelajaran
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter bukanlah sebagai sesuatu yang baru, namun saat ini
pendidikan karakter menjadi isu utama dunia pendidikan. Pemenuhan sumber
daya manusia yang berkualitas diharapkan lahir dari pendidikan. Dengan demikian
pendidikan memiliki peran yang sangat penting, bukan hanya menghasilkan warga
belajar dengan prestasi tinggi tetapi mampu melahirkan generasi baru yang memiliki
karakter yang baik dan bermanfaat bagi masa depan bangsa. Penanaman pendidikan
karakter sudah tidak bisa ditawar untuk diabaikan, terutama pada pembelajaran di
sekolah disamping lingkungan keluarga dan masyarakat.
Banyaknya perilaku menyimpang siswa seperti tawuran antar pelajar,
narkotika, seks bebas, membolos sekolah, mencuri, aborsi, berbohong, tidak punya
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 2
sopan santun dianggap sebagai pendidikan yang gagal. Namun terdapat keunggulan
disamping kelemahan, menurut Edy M. Ya’kub (2010) pelajar yang patut
dibanggakan juga ada, seperti mereka yang menjuarai olimpiade sains, baik di
tingkat nasional maupun internasional. Bahkan pelajar Indonesia menjadi juara
umum dalam International Conference of Young Scientists (ICYS) atau Konferensi
Internasional Ilmuwan Muda se-Dunia yang diikuti ratusan pelajar SMA.
Pendidikan dianggap belum berkarakter dan belum mampu melahirkan
warga negara yang berkualitas, baik prestasi belajar maupun berperilaku baik.
Bahkan penekanan pembelajaran masih sangat dominan atau fokus pada
penguasaan materi. Bahkan siswa yang akan menempuh ujian nasional diberi
tambahan jam pelajaran, dengan harapan nilai UN tinggi, banyak yang lulus yang
belum menyentuh pendidikan karakter sebagai penunjang prestasi siswa. Padahal
apabila pembelajaran dilakukan dengan penerapan pendidikan karakter, maka akan
dihasilkan insan yang cendekia dan bernurani. Dengan istilah lain bahwa melalui
pendidikan karakter yang positif diharapkan menghasilkan siswa yang bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, beriman, berprestasi, disiplin, tanggung jawab,
sopan, berakhlak mulia, kreatif, mandiri. Sehingga pendidikan karakter mempunyai
andil yang sangat besar dan sudah sangat penting untuk dicanangkan sebagai bagian
pembentukan akhlak bagi pelajar Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Definisi pendidikan karakter
Istilah pendidikan karakter adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan pembelajaran kepada siswa dengan mengembangkan beragam
perilaku seperti moral, sopan santun, berperilaku baik, sehat, kritis, sukses, sesuai
dan / atau diterima secara makhluk-sosial. Konsep pendidikan karakter yang
sekarang dan di masa lalu mencakup istilah sosial dan emosional belajar, penalaran
moral / pengembangan kognitif, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan
kesehatan, pencegahan kekerasan, berpikir kritis, penalaran etis, dan resolusi
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 3
konflik dan mediasi. Sekarang, program pendidikan karakter dianggap gagal,
terbukti dengan meningkatnya kenakalan remaja.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan
(action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan
karakter tidak akan efektif. Menurut Suyanto (2010) pembentukan karakter
merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun
2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan
akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan
tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian
atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Schwartz (2005) mengemukakan bahwa pendidikan karakter sering
digunakan untuk merujuk bagaimana seseorang menjadi “baik” yaitu orang yang
menunjukkan kualitas pribadi yang sesuai dengan yang diinginkan masyarakat.
Berdasarkan tujuan pendidikan bahwa pendidikan menjadikan warga negara
memiliki karakter yang baik dan mengembangkan kualitas pribadi. Sedangkan
menurut Thomas Lickona, yang dimaksud pendidikan karakter adalah usaha
sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai
etika inti. Dalam buku monumentalnya “Mendidik untuk Karakter “, Lickona
menegaskan bahwa:
“When we think about the kind of character we want for our children, it’s
clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about
what is right, and then do what they believe to be right—even in the face of
pressure from without and temptation from within.”
Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa proses perkembangan yang
melibatkan pengetahuan, perasaan, dan tindakan, dengan demikian akan
menyediakan landasan yang terpadu. Sehingga kita harus terlibat dengan anak-anak
dalam aktivitas yang membuat mereka berpikir kritis, tentang moral dan etika,
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 4
mengilhami mereka untuk menjadi berkomitmen, untuk tindakan moral dan etika,
dan memberi mereka banyak kesempatan untuk berlatih perilaku moral dan etika.
B. Penerapan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter seharusnya sudah mulai diterapkan pada anak usia dini
karena pada masa usia inilah akan terbentuk kemampuan dan potensi untuk
pengembangan diri dimasa yang akan datgng. Lingkungan keluarga merupakan
penentu pengembangan diri melalui pendidikan karakter disamping lingkungan
sekolah dan masyarakat. Jika secara berkelanjutan pendidikan karakter diterapkan
pada anak seperti menjalankan sholat tepat waktu, makan bersama dengan
keluarga, diskusi, belajar pada waktunya, tidak menghabiskan waktu menonton
TV, saling membantu, menghormati, menghargai, sopan santun, maka anak
demikian kelak menjadi contoh dan panutan baik prestasi maupun karakter di masa
depan.
Akhmad Sudrajad (2010) mengemukakan bahwa Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME),
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan,
dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Sedangkan menurut
pendapat Marshall (2004) strategi perbaikan terus-menerus melalui
pengembangan staf dan pengembangan kurikulum yang sedang berlangsung
Berdasarkan pendapat Zuhdiar (2010), penerapan pendidikan karakter bagi
siswa di sekolah bisa dilakukan melalui berbagai cara, dan disesuaikan dengan
kondisi dan lingkungan di sekolah yang bersangkutan. Penerapan pendidikan
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 5
karakter di sekolah harus disesuaikan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP), mengingat setiap sekolah memiliki karakteristik dan potensi yang
berbeda. Setiap sekolah, kata dia, pasti memiliki keunggulan dan potensi yang bisa
dikembangkan sesuai dengan komitmen untuk menanamkan pendidikan karakter
bagi para siswa, terutama di lingkungan sekolah. Ia mencontohkan ada sekolah
yang mengandalkan sistem penanaman pendidikan karakter terhadap siswa dengan
mengutamakan nilai kejujuran.
C. Pembelajaran Praktek Busana
Program Keahlian Tata Busana merupakan bagian dari pendidikan
menengah kejuruan yang bertujuan menyiapkan lulusan untuk memasuki dunia
kerja. Oleh karena itu, pendidikan SMK harus dikembangkan sehingga lulusannya
memiliki kemampuan, keterampilan, dan berkarakter yang siap digunakan.
Tujuan Program Keahlian Tata Busana sesuai dengan Kurikulum SMK Bidang
Keahlian Tata Busana Depdiknas (2004:1) adalah membekali peserta didik dengan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap agar kompeten dalam bidang busana.
Berkenaan dengan penerapan pendidikan karakter pada pembelajaran praktek
busana diharapkan menghasilkan lulusan yang mempunyai bekal keterampilan,
pengetahuan, sikap, tanggung jawab, percaya diri, disiplin, kreatif dalam
mengerjakan pekerjaan. Pembelajaran praktik busana merupakan salah satu
pemberian keterampilan pada anak didik yang bertujuan agar mereka mempunyai
bekal keterampilan di bidang busana, memiliki kualitas yang diharapkan oleh dunia
kerja yaitu siap latih, ulet, cekatan dan mandiri serta siap kerja di bidang yang
digelutinya.
D. Strategi penerapan pendidikan karakter
Kondisi masa sekarang dan kecenderungan di masa yang akan datang perlu
dipersiapkan generasi muda termasuk peserta didik yang memiliki kompetensi
yang multidimensional. Pengembangan kurikulum harus dapat mengantisipasi
persoalan-persoalan yang mempunyai kemungkinan besar sudah dan/atau akan
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 6
terjadi. Kurikulum yang dibutuhkan di masa depan adalah kurikulum yang mampu
memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan,
pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kesulitan dalam kehidupan.
Oleh karena itu kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan kejuruan secara nasional. Penyempurnaan
kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia,
kehidupan demokratis, persatuan dan kesatuan, kepastian hukum, kehidupan
beragama dan ketahanan budaya, pembangunan daerah, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi, serta pengelolaan lingkungan.
Berkaitan dengan pembelajaran praktek busana, baik praktek laboratorium
maupun bengkel merupakan ciri khas dari proses belajar mengajar di Sekolah
Kejuruan, di samping proses belajar mengajar teori. Kegiatan belajar mengajar
praktik tersebut membutuhkan kemampuan pada ranah kognitif, psikomotor, dan
afektif. Kemampuan peserta didik atau kesuksesan peserta didik dalam bekerja
sangat dipengaruhi oleh pendidikan karakter. Pendidikan karakter mempunyai
peran yang sangat penting dalam menentukan seseorang dalam bekerja. Disamping
karakter, persyaratan minimal bagi seseorang untuk memasuki bidang busana
adalah keterampilan. Oleh karena itu menjadi tantangan dunia pendidikan termasuk
Program Keahlian Tata Busana untuk mengintegrasikan kedua macam komponen
tersebut secara terpadu, agar mampu menyiapkan SDM memiliki kemampuan
bekerja dan berkembang di masa depan.
Penerapan pendidikan karakter pada proses pembelajaran praktek busana
mengacu pada sembilan pilar karakter. Pilar-pilar tersebut antara lain:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty),
2. Yaitu bentuk karakter yang membuat setiap siswa wajib bertakwa kepada
Tuhan, beriman, mampu menjalankan segala perintahNya, dan berusaha untuk
meninggalkan segala laranganNya
3. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian (responsibility, excellence, self
reliance, discipline, orderliness). yaitu bentuk karakter yang membuat
seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 7
sebaik mungkin. Dalam pembelajaran busana, siswa dituntut untuk bertanggung
jawab atas semua pekerjaan yang telah dikerjakan (berani mengambil resiko
apabila salah), disiplin waktu mengerjakan pekerjaan dan dikerjakan secara
mandiri dan baik
4. Kejujuran/amanah dan arif (trustworthines, honesty, and tactful), yaitu karakter
yang membuat siswa bertindak jujur. Oleh karena itu dalam melakukan suatu
pekerjaan membuat busana, siswa dituntut untuk terbuka atau apa adanya
dalam setiap tindakan, tidak berbohong dan berlaku arif
5. Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience ), yaitu bentuk karakter yang
membuat siswa dan guru selalu menghargai dan menghormati. Siswa dituntut
untuk santun terhadap guru, teman, serta warga sekolah .
6. Dermawan, suka menolong dan gotong-royong/kerjasama (love, compassion,
caring, empathy, generousity, moderation, cooperation), yaitu bentuk karakter
yang membuat warga belajar, yaitu siswa dan guru memiliki sikap peduli dan
perhatian terhadap siswanya maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.
7. Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity,
resourcefulness, courage, determination, enthusiasm), yaitu bentuk karakter
yang membuat siswa mempunyai sikap percaya diri, tegas dalam menentukan
sesuatu, kreatif, mempunyai akal sehat, berani menghadapi tantangan,
mempunyai tekad tingg, dan selalu bersemangat
8. Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership), Yaitu
bentuk karakter yang membuat siswa mempunyai jiwa adil, mempunyai rasa
belas kasihan, dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik
9. Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty), yaitu bentuk
karakter yang membuat warga belajar mempunyai sifat baik, ramah, rendah
hati, kesederhanaan
10. Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity),
yaitu bentuk karakter yang membantu siswa mempunyai rasa toleransi dengan
teman, fleksibilitas, kedamaian, persatuan
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 8
Di samping sembilan pilar sebagai acuan dalam strategi penerapan
pendidikan karakter, pada praktek pembuatan busana sangat berhubungan dengan
kerapian, kebersihan, dan K3 (Keamanan dan Kesehatan Kerja). Untuk
merefleksikan tiap-tiap pilar, siswa diminta untuk menerapkan pada setiap
praktek pembuatan busana. Sejalan dengan apa yang dilakukan siswa, maka akan
terbentuk suasana pembelajaran yang bersahabat, kebersamaan, saling mendukung,
dan menghargai dengan sesame teman. Dengan demikian guru dapat memberikan
pengalaman belajar yang konkrit, kontekstual sehingga merangsang anak belajar
secara aktif, menyenangkan dan tanpa beban. Pelaksanaan pembelajaran praktek
busana, siswa diberi banyak kesempatan untuk melakukan belajar secara nyata,
yaitu mendisain, pembuatan pola, menjahit busana dan sebagainya. Dalam
mengerjakan praktek busana, siswa mempunyai perasaan bahwa dirinya mampu
membuat suatu busana, tumbuh rasa percaya diri, kerjasama diantara siswa.
Karakter demikian akan sangat membantu siswa untuk percaya diri menghadapi
tantangan masa depannya
SIMPULAN
Pendidikan karakter, bila dilakukan secara efektif, dapat menghasilkan
prestasi akademik tidak hanya baik, tetapi mampu melakukan ha-hal positif yang
mengarah ke peningkatan perilaku pro-sosial dan penurunan perilaku beresiko.
Poin penting yang menonjol untuk penerapan pendidikan yang efektif yaitu: 1)
tujuan harus baik secara eksplisit, 2) pengembangan profesional, 3) seluruh warga
sekolah harus dilibatkan, dan setiap orang harus mendukung dan mempunyai
komitmen yang sama. Kualitas pendidikan karakter membantu sekolah
menciptakan peduli, aman dan lingkungan belajar yang inklusif untuk setiap siswa
dan mendukung pengembangan akademik. Hal ini mendorong kualitas yang akan
membantu siswa sukses sebagai warga negara, di tempat kerja, dan dengan
kurikulum akademik. Hal terpenting dalam strategi penerapan pendidikan karakter
tergantung kesamaan persepsi dan komitmen dari sekolah, lingkungan keluarga, dan
Seminar Nasional 2010 “Character Building for Vocational Education”
Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember 2010 9
masyarakat untuk mewujudkannya. Dan diharapkan lahir dari dunia pendidikan
adalah karakter yang jujur, tidak minta-minta, dan mampu menemukan jati diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar